IPSG adalah singkatan dari International Patient Safety Goals atau Sasaran Keselamatan Pasien (SKP).
IPSG memiliki 6 indikator, yaitu:
Tujuan sasaran ini adalah dua hal:
Apa jenis identifikasi yang digunakan di RSABB
1. Nama Pasien
2. Tanggal Lahir
3. No Rekam Medis
4. No KTP
Bagaimana prosedur di RSABB dalam mengidentifikasi pasien pasien rawat inap?
: Pasien menyebutkan minimal 2 dari jenis identifikasi nama dan tanggal lahir dengan mencocokkan pada gelang pasien.
Terdapat dua jenis, yaitu:
Terdapat dua jenis gelang identitas pasien
Yaitu komunikasi yang singkat, akurat, lengkap, jelas dan mudah dimengerti oleh penerima pesan akan mengurangi kesalahan sehingga meningkatkan keselamatan pasien.
Komunikasi dapat dilakukan secara elektronik, lisan atau tertulis.
Pelayanan pasien dapat dipengaruhi secara kritis oleh komunikasi yang tidak baik termasuk instruksi lisan atau telepon untuk tata laksana pasien, atau komunikasi melalui telepon untuk melaporkan nilai kritis pemeriksaan, serta komunikasi serah terima.
Instruksi dapat diberikan secara verbal atau via telepon dengan readback (TBak) atau repeat back. Pemberi instruksi harus mengkonfirmasi dengan paraf dalam waktu maksimal 1×24 jam.
Standar pelaporan nilai kritis adalah maksimal 30 menit setelah hasil keluar dari mesin sampai keluar instruksi DPJP. Seluruh proses ini harus didokumentasikan dalam rekam medis pasien.
Menggunakan teknik ISBAR.
Alasan diterapkannya manajemen obat resiko tinggi karena menyebabkan bahaya yang cenderung lebih serius ketika jika diberikan dengan tidak tepat, dan hal ini dapat menyebabkan memburuknya kondisi pasien dan berpotensi menambahkan biaya keperawatan tambahan bagi pasien-pasien tersebut.
Obat elektrolit pekat adalah obat dengan konsentrasi tinggi. Pemberian obat elektrolit pekat harus dengan pengenceran dan penggunaan label khusus. Pastikan pengenceran dan pencampuran obat dilakukan oleh orang yang kompeten. Contoh elektrolit pekat KCI 7,46, Ca Gluconas, MgSO4 20&, MgSO4 40%, NaCl 3%, DEXTROSE 40%. Elektrolit dalam tubuh manusia meliputi sodium, kalium, kalsium, magnesium, chloride, fosfat natrium, dan potassium. Sel jantung, otot, dan saraf menggunakan elektrolit untuk membawa impuls listrik ke sel lain. Fungsi larutan elektrolit secara klinis untuk mengatasi perbedaan ion atau penyimpangan elektrolit dalam darah. Ada 2 jenis kondisi plasma darah menyimpang yaitu asidosis (kondisi plasma darah terlampau asam akibat ion CI berlebih dalam tubuh dan alkalosis (kondisi plasma darah terlampau asam karena kelebihan ion Na, K)).
Resiko kelebihan elektrolit pekat dalam tubuh dapat menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan. Konsentrasi elektrolit pekat ini tidak isotonis, memiliki osmolaritas yang tinggi (2000 mOsm/L), Vena perifer tidak dapat menoleransi larutan yang bersifat hipertonis karena dapat menyebabkan iritasi pada vena, nyeri, phlebitis, dan thrombosis, vena perifer hanya dapat digunakan untuk larutan nutrisi parenteral dengan osmolaritas <900 mOsm/L sehingga elektrolit pekat wajib diencerkan. Kelebihan dalam pemberian KCI dapat menyebabkan Hiperkalemia. Hiperkalemia dapat menyebabkan aritmia atau gangguan irama jantung. Kondidi ini menyebabkan jantung berdetak cepat nanun tidak memompa darah. Hiperkalemia yang tidak ditangani dapat menyebabkan henti jantung, kelumpuhan hingga kematian. Risiko kelebihan pemberian Ca Glukonas adalah Hiperkalsemia, sama seperti KCI, juga beresiko pada jantung. Kelebihan pemberian MgSO4 dapat beresiko hipermagnesemia. Hipermagnesemia adalah kondisi medis ketika tubuh memiliki kadar magnesium yang terlalu tinggi dalam darah. Beresiko terhadap kerusakan ginjal atau gagal ginjal yang terjadi pada tubuh.
Antikoagulan adalah golongan obat digunakan untuk mengobati dan mencegah penyumbatan pembuluh darah. Semua obat antikoagulan memiliki risiko pendarahan sebagai toksisitas utamanya. Faktor resiko pendarahan lainnya adalah usia > 65 tahun, riwayat stroke, pendarahan gastrointestinal dan kondisi komorbid seperti gangguan renal atau anemia. Risiko ini dapat dikurangi dengan cara cermat kontrol dosis dengan seksama, frekuensi dan lama pemberian. Antikoagulan salah satu DRP yang terjadi pada golongan antikoagulan adalah interaksi antikoagulan dengan obat yang lain.
Beberapa obat memiliki reaksi signifikan dengan antikoagulan jenis warfarin. Warfarin merupakan antikoagulab yang paling banyak digunakan. Antifungal Azole yang digunakan bersamaan dengan warfarin dapat meningkatkan risiko pendarahan karena obat ini menurunkan metabolism warfarin. Antibiotik (golongan makrolida, quinolone, sulfonamide) dapat meningkatkan pendarahan signifikan NSAID. Obat NSAID penghambat COX non selektif seperti aspirin, ibuprofen, ketoprofen harus digunakan dengan perhatian bersama warfarin karena menyebabkan gastroinestinal, tukak peptic dan perforasi. Terapi antikoagulan seperti heparin yang digunakan dalam jangka panjang menyebabkan pendarahan gastrointestinal. tukak peptic dan perforasi. Terapi antikoagulan seperti heparin yang digunakan dalam jangka panjang menyebabkan osteoporosis dan fraktur spontan serta trombositopeni. Mengonsumsi minumam beralkohol selama menjalani pengobatan dengan antikoagulan karena dapat meningkatkan risiko pendarahan.
Obat narkotika harus disimpan dengan cara yang dapat mencegah risiko kehilangan obat yang berpotensi penyalahgunaan (drug abuse). Obat narkotika harus disimpen dilemari dengan pintu ganda terkunci (double lock). Peresepan narkotika harus perhatikan dalam kewajaran jumlahnya, maksimal peresepan untuk 1 bulan. Penggunaan psikotropika harus dalam pantauan dokter. Tanpa pantauan dokter, penyalahgunaan obat golongan psikotropika dapat berujung fatal. Misalnya, memengaruhi saraf, mental dan perilaku serta efek yang tidak diinginkan lainnya.
Obat psikotropika harus disimpan dengan cara mencegah risiko kehilangan obat yang berpotensi penyalagunaan (drug abuse). Obat psikotropika harus disimpan dilemari khusus. Peresepan narkotika harus perhatikan dalam kewajaran jumlahnya, maksimal peresepan untuk 1 bulan. Penggunaan psikotropika harus dalam pantauan dokter. Tanpa pantauan dokter, penyalahgunaan obat golongan psikotropika dapat berujung fatal. Misalnya. memengaruhi saraf, mental dan perilaku serta efek yang tidak diinginkan lainnya.
LASA merupakan singkatan dari Look Alike Sound Alike atau istilah lainnya adalah Norum (Nama Obat Rupa Ucapan Mirip). LASA memiliki kemasan yang terlihat sama atau terdengar sama dalam pengucapannya. Obat-obatan yang memiliki bentuk/rupa dan pengucapannya sama “TIDAK BOLEH” di letakkan secara berdekatan. Obat LASA kategori Nama Obat Mirip (Sound Alike) pemberian label nama obat menggunakan sistem “Tall Man Lettering“. Sebelum diberikan kepada pasien, selalu melalukan double check. Obat LASA memiliki resiko lebih tinggi menimbulkan bahaya pada keselamatan pasien/komplikasi jika terjadi kesalahan dalam pemberian obat, obat tidak diberikan dalam pengawasan yang ketat dan tepat. Kesalahan dosis dan jenis pemilihannya bahkan dapat menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome), bahkan kematian.
Insulin merupakan salah satu terapi yang digunakan pada penderita diabetes yang memiliki fungsi untuk mengontrol kadar gula darah. Risiko dari obat insulin dapat terjadi jika tidak dengan pemberian informasi/edukasi yang benar, menggunakan insulin dengan dosis normal, terapi tubuh kekurangan asupan karbohidrat, akibat terlalu banyak melakukan aktivitas fisik, tidak cukup mengonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat, lupa makan, atau menunda makan dapat menyebabkan resiko hipoglikemia. Hipoglikemia merupakan kondisi ketika kadar glukosa (gula darah) berada di bawah normal. Selain itu hipoglikemia juga dapat disebabkan karena menggunakan suntikan insulin pada pengidap diabetes tipe 1 yang melebihi dosis atau terlalu banyak menggunakan obat-obatan oral, seperti golongan sulphonylurea, pada pengidap diabetes tipe 2 yang dapat memicu pelepasan insulin berlebihan.
Pencampuran obat kemoterapu harus dilakukan di dalam ruang yang bersih (clean room) yang dilengkapi dengan cytotoxic drug safety cabinet (yang dilengkapi dengan laminar air flow) oleh petugas yang sudah terlatih dengan teknik aseptik serta menggunakan alat pelindung diri yang sesuai dalam rekonstitusi obat sitostatika. Pemberian obat kemoterapi hanya dapat dilakukan oleh dokter dan perawat yang berkompeten dan terlatih untuk memberikan kemoterapi. Paparan obat kemoterapi pada petugas farmasi dalam peracikan obat kemoterapi atau bagi perawat dirumah sakit dalam pemberian obat kemoterapi dapat menimbulkan resiko karsinogenik. Kontak langsung dengan kulit atau mata bisa membuat obat-obat kemoterapi atau obat kanker bisa terserap oleh tubuh. Bagi para petugas yang setiap hari mengangani obat-obatan tersebut, hal ini bisa berdampak serius seperti gangguan sistem saraf dan reproduksi.
Cedera pasien yang bermakna dan kejadian tidak diharapkan serta kejadian sentinel akibat kesalahan lokasi, kesalahan prosedur, dan kesalahan pasien operasi adalah masalah yang terus menerus terjadi di rumah sakit. Kejadian tersebut dapat terjadi karena komunikasi yang tidak efektif atau kurang komunikasi antara anggota tim yang melakukan tindakan operasi/invasif, tidak dilakukannya proses penandaan lokasi prosedur, dan kurangnya keterlibatan pasien pada penandaan lokasi.
Time-out atau jeda dilakukan saat sebelum tindakan dimulai dan dihadiri semua anggota tim. Selama time-out, tim menyetujui komponen sebagai berikut: